Bontang — Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bontang kembali mengingatkan pentingnya masyarakat mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebelum mendirikan bangunan. Hal ini untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap garis sepadan jalan yang diatur dalam regulasi tata ruang Kota Bontang.
Jafung Penata Perizinan Ahli Muda DPMPTSP Bontang Idrus, menjelaskan bahwa masih banyak warga yang membangun tanpa memperhatikan ketentuan jarak aman antara bangunan dan jalan, baik di jalan nasional maupun di kawasan permukiman padat. Padahal, aturan tersebut sudah tertuang jelas dalam Perda Penataan Ruang Kota Bontang.
“Misalnya untuk jalan nasional, dari garis tengah jalan hingga ke muka bangunan milik warga, harus berjarak minimal 15,5 meter. Tapi faktanya, banyak bangunan yang justru berdiri tepat di bibir jalan tanpa ada jarak pembatas,” ungkap Idrus.
Kondisi serupa juga ditemukan di lingkungan perkampungan dan gang-gang kecil. Idealnya, bangunan warga harus berada minimal 7 meter dari garis tengah jalan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan mayoritas bangunan sudah terlalu dekat dengan badan jalan, bahkan menyentuh tepi jalan.
Idrus menyebut, selain tidak memiliki izin PBG, bangunan yang didirikan tanpa mengikuti aturan garis sepadan juga bisa dikategorikan melanggar ketentuan tata ruang. “Ini bukan cuma tidak berizin, tapi juga sudah melanggar. Kecuali kalau perdanya diubah, baru itu bisa dikatakan tidak melanggar,” tegasnya.
DPMPTSP memahami bahwa salah satu kendala warga mengurus PBG adalah persoalan biaya. Untuk bangunan tipe 36, misalnya, retribusi hanya sekitar Rp500 ribu hingga Rp600 ribu. Namun biaya pembuatan gambar atau dokumen pendukung bisa mencapai Rp10 juta hingga Rp12 juta. Tak sedikit warga yang akhirnya memilih mengalokasikan dana tersebut untuk membeli material bangunan ketimbang mengurus izin.
“Wajar kalau ada yang berpikir begitu, tapi kita tetap imbau agar izin PBG diurus. Karena ini menyangkut legalitas, kenyamanan lingkungan, dan keselamatan bersama,” kata Idrus.
Sebagai solusi, Idrus menyebut pemutihan atau revisi bisa bisa jadi solusi jalan tengah. Skemanya, bangunan yang sudah terlanjur berdiri tetap bisa diurus izinnya, asalkan memenuhi syarat teknis dan administratif. Alternatif lainnya adalah revisi peraturan daerah terkait penataan ruang agar bisa lebih adaptif terhadap kondisi di lapangan.
DPMPTSP berharap warga semakin sadar akan pentingnya pengurusan izin bangunan, bukan hanya untuk menaati aturan, tapi juga demi ketertiban dan keselamatan lingkungan secara keseluruhan.